"Mau beli apa?"
"Apa yang bagus untuk oleh-oleh ya, Ma?" tanyanya sambil berjalan perlahan menelusuri dan mengamati barang-barang cenderamata yang dipajang di rak toko cinderamata terkenal di kota gudeg itu. Sesekali tangannya menyentuh cenderamata yang diminati, mengangkatnya untuk melihat label harga yang tertempel disana dan mempertimbangkannya dengan uang yang dia miliki. "Ah, duitnya gak cukup," batinnya dalam hati.
"Untuk temenmu?" tanya mamanya lagi, yang mengikuti langkahnya sambil juga melihat-lihat barang-barang yang dijual di toko itu. Suara mamanya terdengar tidak ramah di telinganya, ada nada curiga.
"Iya..." jawabnya lirih sambil mengangguk ragu.
"Temen sekolah, laki-laki?" suara itu terdengar ketus, "Ngapain kamu beliin barang buat anak laki, pacar kamu ya, perempuan macam apa kamu? Seharusnya laki-laki yang ngasih ke kamu, bukan kamu yang belikan dan ngasih-ngasih ke anak laki. Kayak perempuan murahan aja...." dan bla... bla... bla... Tidak didengarkannya lagi kata-kata selanjutnya, bete.
Tidak mau dia mendengarkan lagi, bukan tidak mau patuh, tetapi hanya tidak sependapat. Sejenak dia lirik mamanya yang sedang memilih-milih baju di rak sebelah sambil masih terus ngomel panjang lebar soal harga diri perempuan menurut versi mamanya, kemudian sejenak dia menimbang-nimbang barang yang ada digenggamannya, meletakkannya kembali di rak dan pelan tapi pasti beranjak ke rak pajangan lain meninggalkkan mamanya. Jengah telinganya mendengarkan omelan diantara pengunjung toko yang lain, dan dia merasa mamanya tak perlu gusar seperti itu. Apa sih salahnya memberikan sebuah cenderamata pada seorang sahabat? Kalau pun dia dan temannya itu saling menyukai lebih dari sekedar teman, rasanya juga wajar-wajar saja. Usia remaja mulai menyukai lawan jenis bukanlah hal yang harus dipersalahkan. Tapi baginya persahabatan tetaplah persahabatan, tidak peduli lelaki atau perempuan, dan saling memberikan cenderamata bukan hal yang melanggar sopan santun atau harga diri tapi lebih untuk tanda kasih persahabatan.
Di lorong rak lain di toko itu, dia melihat sepupu perempuannya sedang asyik memilih-milih kaos oblong bersama ibunya, dia berjalan mendekat. "Itukan kaos cowok, untuk siapa?" tanyanya.
"Buat cowok aku lah," jawab sepupunya dengan riang. "Minggu lalu dia kasih aku oleh-oleh kalung. Cowok aku belum pernah main ke Jogja, mau ku belikan oleh-oleh kaos jogja ini, bagus ya..."
Dia hanya tersenyum melihat kelakuan sepupunya itu. Batinnya sedih, hatinya serasa diiris-iris. Ibu sepupunya adalah adik kandung mamanya. Buru-buru dia membalikkan badan, untuk menyeka air mata yang hampir jatuh dan pergi meninggalkan mereka ... 😢
----- oOo -----
a cup of love |
"Wan... kayaknya kita gak bisa terus begini," suaranya lirih tercekat, berat rasanya mengutarakan hal ini, tapi dia tidak ingin kawannya ini sakit hati jika hubungan mereka masih terus berlanjut.
"Kenapa, Nie? Kita kan masih bisa pacaran sambil kuliah."
"Iya, tapi bukan itu masalahnya. Mamaku marah dan aku gak mau kamu kena marah juga atau lebih parah dari itu. Cukup aku saja yang kena dimaki-maki."
"Mamamu gak suka sama aku ya? Kenapa?"
"Gak tau, aku sudah tanya apa alasannya dan kenapa gak suka sama kamu, tapi aku makin dimarahi. Katanya aku tukang bantah, gak pernah mau nurut orang tua, durhaka. Aku capek bertengkar melulu dan gak pernah ada penyelesaian. Gak ada penjelasan juga salah ku apa."
"Aku salah apa, Nie? Aku tulus sama kamu. Aku perna ketemu mamamu, terlihat ramah dan baik."
"Ya, didepan orang lain memang seperti itu. Tapi ndak begitu kalau di belakang orang lain. Sering ngomongin teman-temanku yang tidak dia suka dan cari-cari kesalahan. Buntutnya, aku yang disalahkan gegara temenan sama si A, kenapa gak temenan aja sama si C. Sementara orang yang mama gak suka itu rata-rata orang baik sama aku, selalu bantu aku dan paling asyik untuk berteman. Trus orang-orang yang mama bilang baik tu penjilat, carmuk."
"Termasuk aku?"
"Secara spesifik sih ndak, karena mama gak tau sedekat apa kita. Tapi dari cara mama ngomong, suatu saat pasti akan kejadian aku dimaki-maki lagi."
"Trus kamu yakin kita gak bisa jalan terus?" redup sinar mata remaja lelaki itu memandangnya, raut wajah sedih jelas terlihat.
Dia hanya menunduk, sesak rasa di dada. Tangannya mempermainkan saputangan dan sesekali menyeka air mata yang hampir menetes. Kuatir ada teman-teman sekolahnya yang memperhatikan dan bertanya-tanya, sementara mereka berdua duduk di sisi lapangan olah raga, agak menjauh dari keramaian kegiatan porseni (Pekan Olah Raga dan Kesenian) di sekolah.
"Wan, maaf ya. Keputusanku sudah bulat, kita sampai disini saja. Kita tetap berteman, semoga kampus kita nanti deketan, jadi masih bisa ketemu. Kita serahkan sama Yang Di Atas, kalau ada jodoh pasti kita bareng lagi."
"Aku antar pulang, Nie. Kita jalan kaki mumpung udara cerah."
Berjalan kaki berdua, menelusuri jalan-jalan yang sudah mereka lalui bersama hampir selama 3 tahun, sejak kelas 1 SMA dan kini diakhir masa menapaki halaman SMA disaat menjelang UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), mereka harus mengakhiri kisah kebersamaan mereka...
Pupus sudah semua yang pernah mereka rencana untuk masa depan berdua. Hanya demi menyenangkan orang yang menyebut dirinya parent.
~~~~~ oOo ~~~~~
Komentar
Posting Komentar
harap menggunakan tata bahasa yang baik dalam memberikan komentar.